Kamis, 14 Juni 2012

KEWARGANEGARAAN INDONESIA


Kewarganeraan Republik Indonesia
Dasar
Undang-undang no. 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, diundangkan tanggal 1 Agustus 2006 dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 63.
Siapakah Warga Negara Indonesia?
Warga Negara Indonesia (selanjutnya disingkat WNI) adalah:
  1. setiap orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau berdasarkan perjanjian Pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain sebelum Undang-undang no. 12 tahun 2006 berlaku, telah menjadi Warga Negara Indonesia;
  2. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari ayah dan ibu WNI;
  3. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNI dan ibu Warga Negara Asing ( selanjutnya disingkat WNA )
  4. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNA dan ibu WNI;
  5. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang seorang ibu WNI, tetapi ayahnya tidak memiliki kewarganegaraan atau hukum negara asal ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut;
  6. anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 hari setelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya itu seorang WNI;
  7. anak yang lahir diluar perkawinan yang sah dari ibu WNI;
  8. anak yang lahir diluar perkawinan yang sah dari ibu WNA yang diakui oleh seorang ayah WNI sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 tahun atau belum kawin;
  9. anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya;
  10. anak yang baru lahir yang ditemukan diwilayah negara Republik Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui;
  11. anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya;
  12. anak yang dilahirkan di luar wilayah negara Republik Indonesia dari ayah dan ibu WNI yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan;
  13. anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.
Selain itu, tetap diakui pula sebagai Warga Negara Indonesia bagi:
  • anak WNI yang lahir di luar perkawinan yang sah, belum berusia 18 tahun dan belum kawin, diakui secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing;
  • anak WNI yang belum berusia 5 tahun diangkat secara sah sebagai anak oleh warga negara asing berdasarkan penetapan pengadilan.
Kewarganegaraan juga diperoleh bagi anak sebagai berikut:
  1. Anak yang belum berusia 18 tahun atau belum kawin, berada dan bertempat tinggal di wilayah RI, yang ayah atau ibunya memperoleh kewarganegaraan Indonesia;
  2. Anak WNA yang belum berusia 5 tahun yang diangkat anak secara sah menurut penetapan pengadilan sebagai anak oleh Warga Negara Indonesia.
Disamping status kewarganegaraan diperoleh melalui cara di atas, dimungkinkan pula perolehan Kewarganegaraan Republik Indonesia melalui proses pewarganegaraan. WNA yang kawin secara sah dengan WNI dan telah tinggal diwilayah negara Republik Indonesia sedikitnya 5 tahun berturut-turut atau 10 tahun tidak berturut-turut, juga dapat memperoleh Kewarganegaraan Indonesia dengan menyampaikan pernyataan menjadi warganegara dihadapan Pejabat yang berwenang. Perolehan kewarganegaraan melalui kedua proses ini tidak boleh mengakibatkan berkewarganegaraan ganda.


Dwi Kewarganegaraan Terbatas
Khusus bagi anak sebagaimana kriteria diatas, dalam hal status Kewarganegaraan Indonesia bagi anak tersebut berakibat anak berkewarganegaraan ganda, maka setelah berusia 18 tahun atau sudah kawin anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya. Pernyataan ini harus disampaikan secara tertulis selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun setelah anak berusia 18 tahun atau sudah kawin (Pasal 60 Peraturan Pemerintah no. 2 tahun 2007). Apabila anak tersebut tidak mengajukan pernyataan memilih kewarganegaraan Indonesia, termasuk akibat lali, maka kewarganegaraan Indonesia-nya menjadi gugur sejak ia berusia 21 tahun atau 3 tahun sejak menikah. Ia diwajibkan untuk mengembalikan kepada Pemerintah RI segala keputusan, dokumen atau surat lain yang membuktikan identitas anak sebagai WNI dalam waktu 14 hari sejak ia kehilangan kewarganegaraan Indonesia tersebut. (lihat Ps. 65 PP no. 2/2007).
Kehilangan Kewarganegaraan Indonesia
WNI kehilangan kewarganegaraannya jika yang bersangkutan:
  1. memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri;
  2. tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan orang yang bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu;
  3. dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh Presiden atas permohonannya sendiri, yang bersangkutan sudah berusia 18 tahun atau sudah kawin, bertempat tinggal di luarnegeri, dan dengan dinyatakan hilang kewarganegaraan RI tidak menjadi tanpa kewarganegaraan;
  4. masuk kedalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden;(tidak berlaku bagi mereka yang mengikuti program pendidikan dinegara lain yang mengharuskan wajib militer);
  5. secara sukarela masuk dalam dinas negara asing, yang jabatan dalam dinas semacam itu di Indonesia sesuai peraturan perundang-undangan hanya dapat dijabat oleh WNI;
  6. secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut;
  7. tidak diwajibkan tetapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yang besifat ketatanegaraan untuk suatu negara asing;
  8. mempunyai paspor atau surat bersifat paspor dari negara asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negaralain atas namanya; atau
  9. bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia selama 5 (lima) tahun terus menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa alasan yang sah dan dengan sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi WNI sebelum jangka waktu 5 tahun itu berakhir, dan setiap 5 tahun berikutnya yang bersangkutan tidak mengajukan pernyataan ingin tetap menjadi WNI kepada Perwakilan RI yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal yang bersangkutan padahal Perwakilan RI tersebut telah memberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan, sepanjang yang bersangkutan tidak menjadi tanpa kewarganegaraan.
Kehilangan kewarganegaraan Indonesia dapat terjadi pula akibat perkawinan dikarenakan bekerjanya hukum kewarganegaraan negara pasangannya tersebut. Bagi mereka ini, jika ingin tetap berkewarganegaraan Indonesia, dapat mengajukan pernyataan tertulis kepada Pejabat atau Perwakilan RI kecuali berakibat berkewarganegaraan ganda.
Dapatkah kembali berkewarganegaraan RI
Seseorang yang kehilangan kewarganegaraan RI dapat memperoleh kembali kewarganegaraannya melalui proses pewarganegaraan. Khusus bagi mereka yang kehilangan kewarganegaraan RI akibat perkawinan atau karena tinggal lebih dari 5 tahun secara terus menerus di luar negeri, dapat memperoleh status WNI melalui proses memperoleh kembali kewarganegaraan tersendiri
Contoh kasus 12 Relawan Indonesia Dapat Kewarganegaraan Palestina
Duabelas relawan Indonesia yang bergabung dalam misi kemanusiaan "Freedom Flotilla" mendapatkan kewarganegaraan Palestina sebagai bentuk apresiasi negara itu terhadap relawan yang mencoba menerobos blokade Gaza oleh Israel.
"Pemerintah (Palestina) mengapresiasi upaya yang dilakukan oleh para pahlawan kemanusiaan untuk mengekspose kekejaman Israel," kata Dubes Palestina untuk Indonesia Fariz Mehdawi usai mendampingi lima sukarelawan Gaza bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Kantor Presiden di Jakarta, Selasa.
Ia mengucapkan terima kasih pada para sukarelawan karena tanpa upaya mereka kekejaman Israel terhadap rakyat Palestina tidak akan terungkap ke dunia internasional.
Sementara Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Teguh Wardoyo mengatakan, 12 relawan tersebut tetap mempunyai status kewarganegaraan Indonesia, meski ketika ia berada di Palestina juga mendapatkan perlakuan sama dengan warga lainnya.
Pada Selasa sore, Presiden bertemu dengan lima WNI yang menjadi sukarelawan Gaza. Mereka adalah lima orang pertama yang kembali ke tanah air dari 12 WNI tersebut.
Kelima sukarelawan itu adalah Ketua Komite Indonesia untuk Solidaritas Palestina (Kispa) Ferry Nur, Muhendri Muchtar, Hardjito Warno, Muhammad Yasin, dan Ocvianto Baharuddin. Mereka bagian dari 12 WNI yang turut dalam misi kemanusiaan "Freedom Flotilla" ke Gaza, Mei. Kepulangan tujuh orang lainnya menurut Teguh masih diatur oleh Kementerian Luar Negeri.
Rombongan pembawa bantuan kemanusiaan untuk Gaza itu disergap oleh militer Israel di laut internasional. Insiden itu mengakibatkan sedikitnya sembilan sukarelawan meninggal dunia. Dunia mengecam keras aksi berdarah yang dilakukan Israel pada warga sipil itu.
Analisis:
Pada kasus pemberian Kewarganegaraan kepada 12 orang relawan kemanusiaan ini, bisa terjadi kehilangan Kewarganegaraan RI apabila yang bersangkutan tidak menolak Kewarganegaraan yang diberikan tersebut, padahal yang bersangkutan memiliki kesempatan untuk itu.
Secara tersirat, 12 orang relawan tidak menolak, yang mungkin terjadi karena ketidaktahuan mereka terhadap hukum Kewarganegaraan RI.
Pernyataan Direktur Perlindungan WNI bahwa 12 relawan tersebut tetap mempunyai status Kewarganegaraan Indonesia, meski ketika berada di Palestina mendapatkan perlakuan sama dengan warga (negara Palestina) lainnya, bisa bermakna pengakuan atas Kewarganegaraan ganda, padahal Undang-Undang Kewarganegaraan RI tidak mengakui Kewarganegaraan Ganda, kecuali untuk anak-anak hasil perkawinan antara WNI dengan WNA, itupun bersifat terbatas hingga anak berusia 18 tahun.
Adapun landasan tentang Kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia, terdapat pada Pasal 23 sampai 30 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006.

Contoh kasus kewarganegaraan
Kemiskinan Kemiskinan sebagai suatu penyakit sosial ekonomi tidak hanya dialami oleh negara-negara yang sedang berkembang, tetapi juga negara-negara maju, seperti Inggris dan Amerika Serikat. Negara Inggris mengalami kemiskinan di penghujung tahun 1700-an pada era kebangkitan revolusi industri yang muncul di Eropa. Pada masa itu kaum miskin di Inggris berasal dari tenaga-tenaga kerja pabrik yang sebelumnya sebagai petani yang mendapatkan upah rendah, sehingga kemampuan daya belinya juga rendah. Mereka umumnya tinggal di permukiman kumuh yang rawan terhadap penyakit sosial lainnya, seperti prostitusi, kriminalitas, pengangguran. Berikut sedikit penjelasan mengenai kemiskinan yang sudah menjadi dilema mengglobal yang sangat sulit dicari cara pemecahan terbaiknya.
  1. Definisi
Dalam kamus ilmiah populer, kata “Miskin” mengandung arti tidak berharta (harta yang ada tidak mencukupi kebutuhan) atau bokek. Adapun kata “fakir” diartikan sebagai orang yang sangat miskin. Secara Etimologi makna yang terkandung yaitu bahwa kemiskinan sarat dengan masalah konsumsi. Hal ini bermula sejak masa neo-klasik di mana kemiskinan hanya dilihat dari interaksi negatif (ketidakseimbangan) antara pekerja dan upah yang diperoleh.
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka perkembangan arti definitif dari pada kemiskinan adalah sebuah keniscayaan. Berawal dari sekedar ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar dan memperbaiki keadaan hingga pengertian yang lebih luas yang memasukkan komponen-komponen sosial dan moral. Misal, pendapat yang diutarakan oleh Ali Khomsan bahwa kemiskinan timbul oleh karena minimnya penyediaan lapangan kerja di berbagai sektor, baik sektor industri maupun pembangunan. Senada dengan pendapat di atas adalah bahwasanya kemiskinan ditimbulkan oleh ketidakadilan faktor produksi, atau kemiskinan adalah ketidakberdayaan masyarakat terhadap sistem yang diterapkan oleh pemerintah sehingga mereka berada pada posisi yang sangat lemah dan tereksploitasi. Arti definitif ini lebih dikenal dengan kemiskinan struktural.
Deskripsi lain, arti definitif kemiskinan yang mulai bergeser misal pada awal tahun 1990-an definisi kemiskinan tidak hanya berdasarkan tingkat pendapatan, tapi juga mencakup ketidakmampuan di bidang kesehatan, pendidikan dan perumahan. Di penghujung abad 20-an telah muncul arti definitif terbaru, yaitu bahwa kemiskinan juga mencakup kerentanan, ketidakberdayaan dan ketidakmampuan untuk menyampaikan aspirasi.
Kemiskinan sebagai suatu penyakit sosial ekonomi tidak hanya dialami oleh negara-negara yang sedang berkembang, tetapi juga negara-negara maju, seperti Inggris dan Amerika Serikat. Negara Inggris mengalami kemiskinan di penghujung tahun 1700-an pada era kebangkitan revolusi industri yang muncul di Eropa. Pada masa itu kaum miskin di Inggris berasal dari tenaga-tenaga kerja pabrik yang sebelumnya sebagai petani yang mendapatkan upah rendah, sehingga kemampuan daya belinya juga rendah. Mereka umumnya tinggal di permukiman kumuh yang rawan terhadap penyakit sosial lainnya, seperti prostitusi, kriminalitas, pengangguran.
Amerika Serikat sebagai negara maju juga dihadapi masalah kemiskinan, terutama pada masa depresi dan resesi ekonomi tahun 1930-an. Pada tahun 1960-an Amerika Serikat tercatat sebagai negara adi daya dan terkaya di dunia. Sebagian besar penduduknya hidup dalam kecukupan. Bahkan Amerika Serikat telah banyak memberi bantuan kepada negara-negara lain. Namun, di balik keadaan itu tercatat sebanyak 32 juta orang atau seperenam dari jumlah penduduknya tergolong miskin.
Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian: kemiskinan absolut, kemiskinan relatif dan kemiskinan kultural. Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum: pangan, sandang, kesehatan, papan, pendidikan. Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya. Sedang miskin kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya.
  1. Indikator-indikator Kemiskinan
Untuk menuju solusi kemiskinan penting bagi kita untuk menelusuri secara detail indikator-indikator kemiskinan tersebut.
Adapun indikator-indikator kemiskinan sebagaimana di kutip dari Badan Pusat Statistika, antara lain sebagi berikut:
1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (sandang, pangan dan papan).
2. Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi).
3. Tidak adanya jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga).
4. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massa.
5. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan terbatasnya sumber daya alam.
6. Kurangnya apresiasi dalam kegiatan sosial masyarakat.
7. Tidak adanya akses dalam lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan.
8. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental.
9. Ketidakmampuan dan ketidaktergantungan sosial (anak-anak terlantar, wanita korban kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marginal dan terpencil).
  1. Penyebab Kemiskinan
Di bawah ini beberapa penyebab kemiskinan menurut pendapat Karimah Kuraiyyim. Yang antara lain adalah:
a. Merosotnya standar perkembangan pendapatan per-kapita secara global.
Yang penting digarisbawahi di sini adalah bahwa standar pendapatan per-kapita bergerak seimbang dengan produktivitas yang ada pada suatu sistem. Jikalau produktivitas berangsur meningkat maka pendapatan per-kapita pun akan naik. Begitu pula sebaliknya, seandainya produktivitas menyusut maka pendapatan per-kapita akan turun beriringan.
Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi kemerosotan standar perkembangan pendapatan per-kapita:
a) Naiknya standar perkembangan suatu daerah.
b) Politik ekonomi yang tidak sehat.
c) Faktor-faktor luar neger, diantaranya:
- Rusaknya syarat-syarat perdagangan
- Beban hutang
- Kurangnya bantuan luar negeri, dan
- Perang
b. Menurunnya etos kerja dan produktivitas masyarakat.
Terlihat jelas faktor ini sangat urgen dalam pengaruhnya terhadap kemiskinan. Oleh karena itu, untuk menaikkan etos kerja dan produktivitas masyarakat harus didukung dengan SDA dan SDM yang bagus, serta jaminan kesehatan dan pendidikan yang bisa dipertanggungjawabkan dengan maksimal
c. Biaya kehidupan yang tinggi.
Melonjak tingginya biaya kehidupan di suatu daerah adalah sebagai akibat dari tidak adanya keseimbangan pendapatan atau gaji masyarakat. Tentunya kemiskinan adalah konsekuensi logis dari realita di atas. Hal ini bisa disebabkan oleh karena kurangnya tenaga kerja ahli, lemahnya peranan wanita di depan publik dan banyaknya pengangguran.
d. Pembagian subsidi in come pemerintah yang kurang merata.
Hal ini selain menyulitkan akan terpenuhinya kebutuhan pokok dan jaminan keamanan untuk para warga miskin, juga secara tidak langsung mematikan sumber pemasukan warga. Bahkan di sisi lain rakyat miskin masih terbebani oleh pajak negara.
  1. Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Indonesia
Bagaimana perkembangan tingkat kemiskinan di Indonesia? Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) meluncurkan laporan tahunan Pembangunan manusia (Human Development Report) 2006 yang bertajuk Beyord scarcity; power, poverty dan the global water. Laporan ini menjadi rujukan perencanaan pembangunan dan menjadi salah satu Indikator kegagalan atau keberhasilan sebuah negara menyejahterakan rakyatnya. Selama satu dekade ini Indonesia berada pada Tier Medium Human Development peringkat ke 110, terburuk di Asia Tenggara setelah Kamboja.
Jumlah kemiskinan dan persentase penduduk miskin selalu berfluktuasi dari tahun ke tahun, meskipun ada kecenderungan menurun pada salah satu periode (2000-2005). Pada periode 1996-1999 penduduk miskin meningkat sebesar 13,96 juta, yaitu dari 34,01 juta(17,47%) menjadi 47,97 juta (23,43%) pada tahun 1999. Kembali cerah ketika periode 1999-2002, penduduk miskin menurun 9,57 juta yaitu dari 47,97 (23,43%) menurun menjadi 38,48 juta (18,20%). Keadaan ini terulang ketika periode berikutnya (2002-2005) yaitu penurunan penduduk miskin hingga 35,10 juta pada tahun 2005 dengan presentasi menurun dari 18,20% menjadi 15,97 %. Sedangkan pada tahun 2006 penduduk miskin bertambah dari 35,10 juta (15,97%) menjadi 39,05 juta (17,75%) berarti penduduk miskin meningkat sebesar 3,95 juta (1,78%).
Adapun laporan terakhir, Badan Pusat Statistika ( BPS ) yang telah melaksanakan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) pada bulan Maret 2007 angka resmi jumlah masyarakat miskin adalah 39,1 juta orang dengan kisaran konsumsi kalori 2100 kilo kalori (kkal) atau garis kemiskinan ketika pendapatan kurang dari Rp 152.847 per-kapita per bulan.
  1. Penjelasan Teknis dan Sumber Data
Sebagai tinjauan kevalidan dan pemahaman data di atas secara lugas, dipaparkan penjelasan data dan sumber data yang diambil dari Berita Resmi Statistika No.47/ IX/ 1 September 2006, yaitu sebagai berikut:
a. Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (Basic Needs Approach). Dengan pendekatan ini kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi. Untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini dapat dihitung Head Count Indeks (HCI) yaitu persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan.
b. Metode yang digunakan menghitung Garis Kemiskinan(GK) yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM). Perhitungan garis kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan pedesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pendapatan per-kapita di bawah garis kemiskinan.
c. Sumber utama data yang dipakai untuk menghitung kemiskinan adalah data Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) panel Februari 2005 dan Maret 2006. Sebagai informasi tambahan,digunakan juga Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar (SPKKD) yang dipakai untuk memperkirakan Proporsi dari Pengeluaran masing-masing komoditi pokok bukan makanan.
  1. Tantangan Kemiskinan di Indonesia
Masalah kemiskinan di Indonesia sarat sekali hubungannya dengan rendahnya tingkat Sumber Daya Manusia (SDM). dibuktikan oleh rendahnya mutu kehidupan masyarakat Indonesia meskipun kaya akan Sumber Daya Alam (SDA). Sebagaimana yang ditunjukkan oleh rendahnya Indeks Pembangunan Masyarakat (IPM) Indonesia pada tahun 2002 sebesar 0,692. yang masih menempati peringkat lebih rendah dari Malaysia dan Thailand di antara negara-negara ASEAN. Sementara, Indeks Kemiskinan Manusia (IKM) Indonesia pada tahun yang sama sebesar 0,178. masih lebih tinggi dari Filipina dan Thailand. Selain itu, kesenjangan gender di Indonesia masih relatif lebih besar dibanding negara ASEAN lainnya.
Tantangan lainnya adalah kesenjangan antara desa dan kota. Proporsi penduduk miskin di pedesaan relatif lebih tinggi dibanding perkotaan. Data Susenas (National Social Ekonomi Survey) 2004 menunjukkan bahwa sekitar 69,0 % penduduk Indonesia termasuk penduduk miskin yang sebagian besar bekerja di sektor pertanian. Selain itu juga tantangan yang sangat memilukan adalah kemiskinan di alami oleh kaum perempuan yang ditunjukkan oleh rendahnya kualitas hidup dan peranan wanita, terjadinya tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta masih rendahnya angka pembangunan gender (Gender-related Development Indeks, GDI) dan angka Indeks pemberdayaan Gender(Gender Empowerment Measurement,GEM).
Tantangan selanjutnya adalah otonomi daerah. di mana hal ini mempunyai peran yang sangat signifikan untuk mengentaskan atau menjerumuskan masyarakat dari kemiskinan. Sebab ketika meningkatnya peran keikutsertaan pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan. maka tidak mustahil dalam jangka waktu yang relatif singkat kita akan bisa mengentaskan masyarakat dari kemiskinan pada skala nasional terutama dalam mendekatkan pelayanan dasar bagi masyarakat. Akan tetapi ketika pemerintah daerah kurang peka terhadap keadaan lingkungan sekitar, hal ini sangat berpotensi sekali untuk membawa masyarakat ke jurang kemiskinan, serta bisa menimbulkan bahaya laten dalam skala Nasional.
  1. Kebijakan dan Program Penuntasan Kemiskinan
Upaya penanggulangan kemiskinan Indonesia telah dilakukan dan menempatkan penanggulangan kemiskinan sebagai prioritas utama kebijakan pembangunan nasional. Kebijakan kemiskinan merupakan prioritas Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004-2009 dan dijabarkan lebih rinci dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) setiap tahun serta digunakan sebagai acuan bagi kementrian, lembaga dan pemerintah daerah dalam pelaksanaan pembangunan tahunan.
Sebagai wujud gerakan bersama dalam mengatasi kemiskinan dan mencapai Tujuan pembangunan Milenium, Strategi Nasional Pembangunan Kemiskinan (SPNK) telah disusun melalui proses partisipatif dengan melibatkan seluruh stakeholders pembangunan di Indonesia. Selain itu, sekitar 60 % pemerintah kabupaten/ kota telah membentuk Komite penanggulangan Kemiskinan Daerah (KPKD) dan menyusun Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) sebagai dasar arus utama penanggulangan kemiskinan di daerah dan mendorong gerakan sosial dalam mengatasi kemiskinan.
Adapun langkah jangka pendek yang diprioritaskan antara lain sebagai berikut:
a) Mengurangi kesenjangan antar daerah dengan; (i) penyediaan sarana-sarana irigasi, air bersih dan sanitasi dasar terutama daerah-daerah langka sumber air bersih. (ii) pembangunan jalan, jembatan, dan dermaga daerah-daerah tertinggal. (iii) redistribusi sumber dana kepada daerah-daerah yang memiliki pendapatan rendah dengan instrumen Dana Alokasi Khusus (DAK) .
b) Perluasan kesempatan kerja dan berusaha dilakukan melalui bantuan dana stimulan untuk modal usaha, pelatihan keterampilan kerja dan meningkatkan investasi dan revitalisasi industri.
c) Khusus untuk pemenuhan sarana hak dasar penduduk miskin diberikan pelayanan antara lain (i) pendidikan gratis sebagai penuntasan program belajar 9 tahun termasuk tunjangan bagi murid yang kurang mampu (ii) jaminan pemeliharaan kesehatan gratis bagi penduduk miskin di puskesmas dan rumah sakit kelas tiga.
Di bawah ini merupakan contoh dari upaya mengatasi kemiskinan di Indonesia.
Contoh dari upaya kemiskinan adalah di propinsi Jawa Barat tepatnya di Bandung dengan diadakannya Bandung Peduli yang dibentuk pada tanggal 23 – 25 Februari 1998. Bandung Peduli adalah gerakan kemanusiaan yang memfokuskan kegiatannya pada upaya menolong orang kelaparan, dan mengentaskan orang-orang yang berada di bawah garis kemiskinan. Dalam melakukan kegiatan, Bandung Peduli berpegang teguh pada wawasan kemanusiaan, tanpa mengindahkan perbedaan suku, ras, agama, kepercayaan, ataupun haluan politik.
Oleh karena sumbangan dari para dermawan tidak terlalu besar bila dibandingkan dengan permasalahan kelaparan dan kemiskinan yang dihadapi, maka Bandung Peduli melakukan targetting dengan sasaran bahwa orang yang dibantu tinggal di Kabupaten/ Kotamadya Bandung, dan mereka yang tergolong fakir. Golongan fakir yang dimaksud adalah orang yang miskin sekali dan paling miskin bila diukur dengan “Ekuivalen Nilai Tukar Beras”.


Sumber:

http://lasonearth.wordpress.com/makalah/makalah-kewarganegaraan-kemiskinan/