Kewarganeraan
Republik Indonesia
Dasar
Undang-undang no. 12 tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia, diundangkan tanggal 1 Agustus 2006 dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 63.
Siapakah Warga Negara Indonesia?
Warga Negara Indonesia (selanjutnya
disingkat WNI) adalah:
- setiap
orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau berdasarkan
perjanjian Pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain sebelum
Undang-undang no. 12 tahun 2006 berlaku, telah menjadi Warga Negara
Indonesia;
- anak
yang lahir dari perkawinan yang sah dari ayah dan ibu WNI;
- anak
yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNI dan ibu Warga
Negara Asing ( selanjutnya disingkat WNA )
- anak
yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNA dan ibu WNI;
- anak
yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang seorang ibu WNI, tetapi
ayahnya tidak memiliki kewarganegaraan atau hukum negara asal ayahnya
tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut;
- anak
yang lahir dalam tenggang waktu 300 hari setelah ayahnya meninggal dunia
dari perkawinan yang sah dan ayahnya itu seorang WNI;
- anak
yang lahir diluar perkawinan yang sah dari ibu WNI;
- anak
yang lahir diluar perkawinan yang sah dari ibu WNA yang diakui oleh
seorang ayah WNI sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak
tersebut berusia 18 tahun atau belum kawin;
- anak
yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir
tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya;
- anak
yang baru lahir yang ditemukan diwilayah negara Republik Indonesia selama
ayah dan ibunya tidak diketahui;
- anak
yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya
tidak mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya;
- anak
yang dilahirkan di luar wilayah negara Republik Indonesia dari ayah dan
ibu WNI yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan
memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan;
- anak dari seorang ayah atau ibu yang
telah dikabulkan permohonan kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya
meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.
Selain itu, tetap diakui pula sebagai
Warga Negara Indonesia bagi:
- anak
WNI yang lahir di luar perkawinan yang sah, belum berusia 18 tahun dan
belum kawin, diakui secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing;
- anak WNI yang belum berusia 5
tahun diangkat secara sah sebagai anak oleh warga negara asing berdasarkan
penetapan pengadilan.
Kewarganegaraan juga diperoleh bagi
anak sebagai berikut:
- Anak
yang belum berusia 18 tahun atau belum kawin, berada dan bertempat tinggal
di wilayah RI, yang ayah atau ibunya memperoleh kewarganegaraan Indonesia;
- Anak WNA yang belum berusia 5
tahun yang diangkat anak secara sah menurut penetapan pengadilan sebagai
anak oleh Warga Negara Indonesia.
Disamping
status kewarganegaraan diperoleh melalui cara di atas, dimungkinkan pula
perolehan Kewarganegaraan Republik Indonesia melalui proses pewarganegaraan. WNA
yang kawin secara sah dengan WNI dan telah tinggal diwilayah negara Republik
Indonesia sedikitnya 5 tahun berturut-turut atau 10 tahun tidak berturut-turut,
juga dapat memperoleh Kewarganegaraan Indonesia dengan menyampaikan pernyataan
menjadi warganegara dihadapan Pejabat yang berwenang. Perolehan kewarganegaraan
melalui kedua proses ini tidak boleh mengakibatkan berkewarganegaraan ganda.
Dwi Kewarganegaraan Terbatas
Khusus
bagi anak sebagaimana kriteria diatas, dalam hal status Kewarganegaraan Indonesia
bagi anak tersebut berakibat anak berkewarganegaraan ganda, maka setelah
berusia 18 tahun atau sudah kawin anak tersebut harus menyatakan memilih salah
satu kewarganegaraannya. Pernyataan ini harus disampaikan secara tertulis
selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun setelah anak berusia 18 tahun atau sudah
kawin (Pasal 60 Peraturan Pemerintah no. 2 tahun 2007). Apabila anak tersebut
tidak mengajukan pernyataan memilih kewarganegaraan Indonesia, termasuk akibat
lali, maka kewarganegaraan Indonesia-nya menjadi gugur sejak ia berusia 21
tahun atau 3 tahun sejak menikah. Ia diwajibkan untuk mengembalikan kepada
Pemerintah RI segala keputusan, dokumen atau surat lain yang membuktikan
identitas anak sebagai WNI dalam waktu 14 hari sejak ia kehilangan kewarganegaraan
Indonesia tersebut. (lihat Ps. 65 PP no. 2/2007).
Kehilangan Kewarganegaraan Indonesia
WNI kehilangan kewarganegaraannya jika
yang bersangkutan:
- memperoleh
kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri;
- tidak
menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan orang yang
bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu;
- dinyatakan
hilang kewarganegaraannya oleh Presiden atas permohonannya sendiri, yang
bersangkutan sudah berusia 18 tahun atau sudah kawin, bertempat tinggal di
luarnegeri, dan dengan dinyatakan hilang kewarganegaraan RI tidak menjadi
tanpa kewarganegaraan;
- masuk
kedalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari
Presiden;(tidak berlaku bagi mereka yang mengikuti program pendidikan
dinegara lain yang mengharuskan wajib militer);
- secara
sukarela masuk dalam dinas negara asing, yang jabatan dalam dinas semacam
itu di Indonesia sesuai peraturan perundang-undangan hanya dapat dijabat
oleh WNI;
- secara
sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing
atau bagian dari negara asing tersebut;
- tidak
diwajibkan tetapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yang besifat
ketatanegaraan untuk suatu negara asing;
- mempunyai
paspor atau surat bersifat paspor dari negara asing atau surat yang dapat
diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negaralain
atas namanya; atau
- bertempat tinggal di luar wilayah
negara Republik Indonesia selama 5 (lima) tahun terus menerus bukan dalam
rangka dinas negara, tanpa alasan yang sah dan dengan sengaja tidak
menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi WNI sebelum jangka waktu 5
tahun itu berakhir, dan setiap 5 tahun berikutnya yang bersangkutan tidak
mengajukan pernyataan ingin tetap menjadi WNI kepada Perwakilan RI yang
wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal yang bersangkutan padahal
Perwakilan RI tersebut telah memberitahukan secara tertulis kepada yang
bersangkutan, sepanjang yang bersangkutan tidak menjadi tanpa
kewarganegaraan.
Kehilangan
kewarganegaraan Indonesia dapat terjadi pula akibat perkawinan dikarenakan
bekerjanya hukum kewarganegaraan negara pasangannya tersebut. Bagi mereka ini,
jika ingin tetap berkewarganegaraan Indonesia, dapat mengajukan pernyataan
tertulis kepada Pejabat atau Perwakilan RI kecuali berakibat berkewarganegaraan
ganda.
Dapatkah kembali berkewarganegaraan RI
Seseorang yang kehilangan
kewarganegaraan RI dapat memperoleh kembali kewarganegaraannya melalui proses
pewarganegaraan. Khusus bagi mereka yang kehilangan kewarganegaraan RI akibat
perkawinan atau karena tinggal lebih dari 5 tahun secara terus menerus di luar
negeri, dapat memperoleh status WNI melalui proses memperoleh kembali
kewarganegaraan tersendiri
Contoh kasus 12
Relawan Indonesia Dapat Kewarganegaraan Palestina
Duabelas
relawan Indonesia yang bergabung dalam misi kemanusiaan "Freedom
Flotilla" mendapatkan kewarganegaraan Palestina sebagai bentuk apresiasi
negara itu terhadap relawan yang mencoba menerobos blokade Gaza oleh Israel.
"Pemerintah
(Palestina) mengapresiasi upaya yang dilakukan oleh para pahlawan kemanusiaan
untuk mengekspose kekejaman Israel," kata Dubes Palestina untuk Indonesia
Fariz Mehdawi usai mendampingi lima sukarelawan Gaza bertemu Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono di Kantor Presiden di Jakarta, Selasa.
Ia mengucapkan
terima kasih pada para sukarelawan karena tanpa upaya mereka kekejaman Israel
terhadap rakyat Palestina tidak akan terungkap ke dunia internasional.
Sementara
Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri
Teguh Wardoyo mengatakan, 12 relawan tersebut tetap mempunyai status
kewarganegaraan Indonesia, meski ketika ia berada di Palestina juga mendapatkan
perlakuan sama dengan warga lainnya.
Pada Selasa
sore, Presiden bertemu dengan lima WNI yang menjadi sukarelawan Gaza. Mereka
adalah lima orang pertama yang kembali ke tanah air dari 12 WNI tersebut.
Kelima
sukarelawan itu adalah Ketua Komite Indonesia untuk Solidaritas Palestina
(Kispa) Ferry Nur, Muhendri Muchtar, Hardjito Warno, Muhammad Yasin, dan
Ocvianto Baharuddin. Mereka bagian dari 12 WNI yang turut dalam misi
kemanusiaan "Freedom Flotilla" ke Gaza, Mei. Kepulangan tujuh orang
lainnya menurut Teguh masih diatur oleh Kementerian Luar Negeri.
Rombongan
pembawa bantuan kemanusiaan untuk Gaza itu disergap oleh militer Israel di laut
internasional. Insiden itu mengakibatkan sedikitnya sembilan sukarelawan
meninggal dunia. Dunia mengecam keras aksi berdarah yang dilakukan Israel pada
warga sipil itu.
Analisis:
Pada kasus
pemberian Kewarganegaraan kepada 12 orang relawan kemanusiaan ini, bisa terjadi
kehilangan Kewarganegaraan RI apabila yang bersangkutan tidak menolak
Kewarganegaraan yang diberikan tersebut, padahal yang bersangkutan memiliki
kesempatan untuk itu.
Secara
tersirat, 12 orang relawan tidak menolak, yang mungkin terjadi karena
ketidaktahuan mereka terhadap hukum Kewarganegaraan RI.
Pernyataan
Direktur Perlindungan WNI bahwa 12 relawan tersebut tetap mempunyai status
Kewarganegaraan Indonesia, meski ketika berada di Palestina mendapatkan
perlakuan sama dengan warga (negara Palestina) lainnya, bisa bermakna pengakuan
atas Kewarganegaraan ganda, padahal Undang-Undang Kewarganegaraan RI tidak
mengakui Kewarganegaraan Ganda, kecuali untuk anak-anak hasil perkawinan antara
WNI dengan WNA, itupun bersifat terbatas hingga anak berusia 18 tahun.
Adapun landasan
tentang Kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia, terdapat pada Pasal 23
sampai 30 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006.
Contoh kasus
kewarganegaraan
Kemiskinan Kemiskinan sebagai suatu
penyakit sosial ekonomi tidak hanya dialami oleh negara-negara yang sedang
berkembang, tetapi juga negara-negara maju, seperti Inggris dan Amerika
Serikat. Negara Inggris mengalami kemiskinan di penghujung tahun 1700-an pada
era kebangkitan revolusi industri yang muncul di Eropa. Pada masa itu kaum
miskin di Inggris berasal dari tenaga-tenaga kerja pabrik yang sebelumnya
sebagai petani yang mendapatkan upah rendah, sehingga kemampuan daya belinya
juga rendah. Mereka umumnya tinggal di permukiman kumuh yang rawan terhadap
penyakit sosial lainnya, seperti prostitusi, kriminalitas, pengangguran.
Berikut sedikit penjelasan mengenai kemiskinan yang sudah menjadi dilema
mengglobal yang sangat sulit dicari cara pemecahan terbaiknya.
- Definisi
Dalam kamus ilmiah populer, kata “Miskin”
mengandung arti tidak berharta (harta yang ada tidak mencukupi kebutuhan) atau
bokek. Adapun kata “fakir” diartikan sebagai orang yang sangat miskin. Secara
Etimologi makna yang terkandung yaitu bahwa kemiskinan sarat dengan masalah
konsumsi. Hal ini bermula sejak masa neo-klasik di mana kemiskinan hanya
dilihat dari interaksi negatif (ketidakseimbangan) antara pekerja dan upah yang
diperoleh.
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, maka perkembangan arti definitif dari pada kemiskinan adalah sebuah
keniscayaan. Berawal dari sekedar ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi
dasar dan memperbaiki keadaan hingga pengertian yang lebih luas yang memasukkan
komponen-komponen sosial dan moral. Misal, pendapat yang diutarakan oleh Ali
Khomsan bahwa kemiskinan timbul oleh karena minimnya penyediaan lapangan
kerja di berbagai sektor, baik sektor industri maupun pembangunan. Senada
dengan pendapat di atas adalah bahwasanya kemiskinan ditimbulkan oleh
ketidakadilan faktor produksi, atau kemiskinan adalah ketidakberdayaan
masyarakat terhadap sistem yang diterapkan oleh pemerintah sehingga mereka
berada pada posisi yang sangat lemah dan tereksploitasi. Arti definitif ini
lebih dikenal dengan kemiskinan struktural.
Deskripsi lain, arti definitif kemiskinan yang
mulai bergeser misal pada awal tahun 1990-an definisi kemiskinan tidak hanya
berdasarkan tingkat pendapatan, tapi juga mencakup ketidakmampuan di bidang
kesehatan, pendidikan dan perumahan. Di penghujung abad 20-an telah muncul arti
definitif terbaru, yaitu bahwa kemiskinan juga mencakup kerentanan,
ketidakberdayaan dan ketidakmampuan untuk menyampaikan aspirasi.
Kemiskinan sebagai suatu penyakit sosial ekonomi
tidak hanya dialami oleh negara-negara yang sedang berkembang, tetapi juga
negara-negara maju, seperti Inggris dan Amerika Serikat. Negara Inggris
mengalami kemiskinan di penghujung tahun 1700-an pada era kebangkitan revolusi
industri yang muncul di Eropa. Pada masa itu kaum miskin di Inggris berasal
dari tenaga-tenaga kerja pabrik yang sebelumnya sebagai petani yang mendapatkan
upah rendah, sehingga kemampuan daya belinya juga rendah. Mereka umumnya
tinggal di permukiman kumuh yang rawan terhadap penyakit sosial lainnya,
seperti prostitusi, kriminalitas, pengangguran.
Amerika Serikat sebagai negara maju juga
dihadapi masalah kemiskinan, terutama pada masa depresi dan resesi ekonomi
tahun 1930-an. Pada tahun 1960-an Amerika Serikat tercatat sebagai negara adi
daya dan terkaya di dunia. Sebagian besar penduduknya hidup dalam kecukupan.
Bahkan Amerika Serikat telah banyak memberi bantuan kepada negara-negara lain.
Namun, di balik keadaan itu tercatat sebanyak 32 juta orang atau seperenam dari
jumlah penduduknya tergolong miskin.
Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga
pengertian: kemiskinan absolut, kemiskinan relatif dan kemiskinan kultural.
Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada
di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum:
pangan, sandang, kesehatan, papan, pendidikan. Seseorang yang tergolong miskin
relatif sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di
bawah kemampuan masyarakat sekitarnya. Sedang miskin kultural berkaitan erat
dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha
memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang
membantunya.
- Indikator-indikator
Kemiskinan
Untuk menuju solusi kemiskinan penting bagi kita
untuk menelusuri secara detail indikator-indikator kemiskinan tersebut.
Adapun indikator-indikator kemiskinan
sebagaimana di kutip dari Badan Pusat Statistika, antara lain sebagi berikut:
1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi
dasar (sandang, pangan dan papan).
2. Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup
dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi).
3. Tidak adanya jaminan masa depan (karena
tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga).
4. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat
individual maupun massa.
5. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan
terbatasnya sumber daya alam.
6. Kurangnya apresiasi dalam kegiatan sosial
masyarakat.
7. Tidak adanya akses dalam lapangan kerja dan
mata pencaharian yang berkesinambungan.
8. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat
fisik maupun mental.
9. Ketidakmampuan dan ketidaktergantungan sosial
(anak-anak terlantar, wanita korban kekerasan rumah tangga, janda miskin,
kelompok marginal dan terpencil).
- Penyebab Kemiskinan
Di bawah ini beberapa penyebab kemiskinan
menurut pendapat Karimah Kuraiyyim. Yang antara lain adalah:
a. Merosotnya standar perkembangan pendapatan
per-kapita secara global.
Yang penting digarisbawahi di sini adalah bahwa standar pendapatan
per-kapita bergerak seimbang dengan produktivitas yang ada pada suatu sistem.
Jikalau produktivitas berangsur meningkat maka pendapatan per-kapita pun akan
naik. Begitu pula sebaliknya, seandainya produktivitas menyusut maka pendapatan
per-kapita akan turun beriringan.
Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi kemerosotan standar
perkembangan pendapatan per-kapita:
a) Naiknya standar
perkembangan suatu daerah.
b) Politik ekonomi yang
tidak sehat.
c) Faktor-faktor luar
neger, diantaranya:
-
Rusaknya
syarat-syarat perdagangan
-
Beban
hutang
-
Kurangnya
bantuan luar negeri, dan
-
Perang
b. Menurunnya etos kerja
dan produktivitas masyarakat.
Terlihat jelas faktor ini sangat urgen dalam pengaruhnya terhadap
kemiskinan. Oleh karena itu, untuk menaikkan etos kerja dan produktivitas
masyarakat harus didukung dengan SDA dan SDM yang bagus, serta jaminan
kesehatan dan pendidikan yang bisa dipertanggungjawabkan dengan maksimal
c. Biaya kehidupan yang
tinggi.
Melonjak tingginya biaya kehidupan di suatu
daerah adalah sebagai akibat dari tidak adanya keseimbangan pendapatan atau
gaji masyarakat. Tentunya kemiskinan adalah konsekuensi logis dari realita di
atas. Hal ini bisa disebabkan oleh karena kurangnya tenaga kerja ahli, lemahnya
peranan wanita di depan publik dan banyaknya pengangguran.
d. Pembagian subsidi in
come pemerintah yang kurang merata.
Hal ini selain menyulitkan akan terpenuhinya
kebutuhan pokok dan jaminan keamanan untuk para warga miskin, juga secara tidak
langsung mematikan sumber pemasukan warga. Bahkan di sisi lain rakyat miskin
masih terbebani oleh pajak negara.
- Perkembangan
Tingkat Kemiskinan di Indonesia
Bagaimana perkembangan tingkat kemiskinan di
Indonesia? Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) meluncurkan
laporan tahunan Pembangunan manusia (Human Development Report) 2006 yang
bertajuk Beyord scarcity; power, poverty dan the global water. Laporan ini
menjadi rujukan perencanaan pembangunan dan menjadi salah satu Indikator
kegagalan atau keberhasilan sebuah negara menyejahterakan rakyatnya. Selama
satu dekade ini Indonesia berada pada Tier Medium Human Development peringkat
ke 110, terburuk di Asia Tenggara setelah Kamboja.
Jumlah kemiskinan dan persentase penduduk miskin
selalu berfluktuasi dari tahun ke tahun, meskipun ada kecenderungan menurun
pada salah satu periode (2000-2005). Pada periode 1996-1999 penduduk miskin
meningkat sebesar 13,96 juta, yaitu dari 34,01 juta(17,47%) menjadi 47,97 juta
(23,43%) pada tahun 1999. Kembali cerah ketika periode 1999-2002, penduduk
miskin menurun 9,57 juta yaitu dari 47,97 (23,43%) menurun menjadi 38,48 juta
(18,20%). Keadaan ini terulang ketika periode berikutnya (2002-2005) yaitu
penurunan penduduk miskin hingga 35,10 juta pada tahun 2005 dengan presentasi
menurun dari 18,20% menjadi 15,97 %. Sedangkan pada tahun 2006 penduduk miskin
bertambah dari 35,10 juta (15,97%) menjadi 39,05 juta (17,75%) berarti penduduk
miskin meningkat sebesar 3,95 juta (1,78%).
Adapun laporan terakhir, Badan Pusat Statistika
( BPS ) yang telah melaksanakan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) pada
bulan Maret 2007 angka resmi jumlah masyarakat miskin adalah 39,1 juta orang
dengan kisaran konsumsi kalori 2100 kilo kalori (kkal) atau garis kemiskinan
ketika pendapatan kurang dari Rp 152.847 per-kapita per bulan.
- Penjelasan
Teknis dan Sumber Data
Sebagai tinjauan kevalidan dan pemahaman data di
atas secara lugas, dipaparkan penjelasan data dan sumber data yang diambil dari
Berita Resmi Statistika No.47/ IX/ 1 September 2006, yaitu sebagai berikut:
a. Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan
konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (Basic Needs Approach). Dengan
pendekatan ini kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi.
Untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi
pengeluaran. Dengan pendekatan ini dapat dihitung Head Count Indeks (HCI) yaitu
persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan.
b. Metode yang digunakan menghitung Garis
Kemiskinan(GK) yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan
(GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM). Perhitungan garis kemiskinan
dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan pedesaan. Penduduk miskin
adalah penduduk yang memiliki rata-rata pendapatan per-kapita di bawah garis
kemiskinan.
c. Sumber utama data yang dipakai untuk
menghitung kemiskinan adalah data Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional)
panel Februari 2005 dan Maret 2006. Sebagai informasi tambahan,digunakan juga
Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar (SPKKD) yang dipakai untuk memperkirakan
Proporsi dari Pengeluaran masing-masing komoditi pokok bukan makanan.
- Tantangan
Kemiskinan di Indonesia
Masalah kemiskinan di Indonesia sarat sekali
hubungannya dengan rendahnya tingkat Sumber Daya Manusia (SDM). dibuktikan oleh
rendahnya mutu kehidupan masyarakat Indonesia meskipun kaya akan Sumber Daya
Alam (SDA). Sebagaimana yang ditunjukkan oleh rendahnya Indeks Pembangunan
Masyarakat (IPM) Indonesia pada tahun 2002 sebesar 0,692. yang masih menempati
peringkat lebih rendah dari Malaysia dan Thailand di antara negara-negara
ASEAN. Sementara, Indeks Kemiskinan Manusia (IKM) Indonesia pada tahun yang
sama sebesar 0,178. masih lebih tinggi dari Filipina dan Thailand. Selain itu,
kesenjangan gender di Indonesia masih relatif lebih besar dibanding negara
ASEAN lainnya.
Tantangan lainnya adalah kesenjangan antara desa
dan kota. Proporsi penduduk miskin di pedesaan relatif lebih tinggi dibanding
perkotaan. Data Susenas (National Social Ekonomi Survey) 2004 menunjukkan bahwa
sekitar 69,0 % penduduk Indonesia termasuk penduduk miskin yang sebagian besar
bekerja di sektor pertanian. Selain itu juga tantangan yang sangat memilukan
adalah kemiskinan di alami oleh kaum perempuan yang ditunjukkan oleh rendahnya
kualitas hidup dan peranan wanita, terjadinya tindak kekerasan terhadap
perempuan dan anak, serta masih rendahnya angka pembangunan gender
(Gender-related Development Indeks, GDI) dan angka Indeks pemberdayaan
Gender(Gender Empowerment Measurement,GEM).
Tantangan selanjutnya adalah otonomi daerah. di
mana hal ini mempunyai peran yang sangat signifikan untuk mengentaskan atau
menjerumuskan masyarakat dari kemiskinan. Sebab ketika meningkatnya peran
keikutsertaan pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan. maka tidak mustahil
dalam jangka waktu yang relatif singkat kita akan bisa mengentaskan masyarakat
dari kemiskinan pada skala nasional terutama dalam mendekatkan pelayanan dasar
bagi masyarakat. Akan tetapi ketika pemerintah daerah kurang peka terhadap
keadaan lingkungan sekitar, hal ini sangat berpotensi sekali untuk membawa
masyarakat ke jurang kemiskinan, serta bisa menimbulkan bahaya laten dalam
skala Nasional.
- Kebijakan dan Program Penuntasan Kemiskinan
Upaya penanggulangan kemiskinan Indonesia telah
dilakukan dan menempatkan penanggulangan kemiskinan sebagai prioritas utama
kebijakan pembangunan nasional. Kebijakan kemiskinan merupakan prioritas
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004-2009 dan dijabarkan lebih rinci
dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) setiap tahun serta digunakan sebagai acuan
bagi kementrian, lembaga dan pemerintah daerah dalam pelaksanaan pembangunan
tahunan.
Sebagai wujud gerakan bersama dalam mengatasi
kemiskinan dan mencapai Tujuan pembangunan Milenium, Strategi Nasional
Pembangunan Kemiskinan (SPNK) telah disusun melalui proses partisipatif dengan
melibatkan seluruh stakeholders pembangunan di Indonesia. Selain itu, sekitar
60 % pemerintah kabupaten/ kota telah membentuk Komite penanggulangan
Kemiskinan Daerah (KPKD) dan menyusun Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah
(SPKD) sebagai dasar arus utama penanggulangan kemiskinan di daerah dan
mendorong gerakan sosial dalam mengatasi kemiskinan.
Adapun langkah jangka pendek yang diprioritaskan
antara lain sebagai berikut:
a) Mengurangi kesenjangan antar daerah dengan;
(i) penyediaan sarana-sarana irigasi, air bersih dan sanitasi dasar terutama
daerah-daerah langka sumber air bersih. (ii) pembangunan jalan, jembatan, dan
dermaga daerah-daerah tertinggal. (iii) redistribusi sumber dana kepada
daerah-daerah yang memiliki pendapatan rendah dengan instrumen Dana Alokasi
Khusus (DAK) .
b) Perluasan kesempatan kerja dan berusaha
dilakukan melalui bantuan dana stimulan untuk modal usaha, pelatihan
keterampilan kerja dan meningkatkan investasi dan revitalisasi industri.
c) Khusus untuk pemenuhan sarana hak dasar
penduduk miskin diberikan pelayanan antara lain (i) pendidikan gratis sebagai
penuntasan program belajar 9 tahun termasuk tunjangan bagi murid yang kurang
mampu (ii) jaminan pemeliharaan kesehatan gratis bagi penduduk miskin di
puskesmas dan rumah sakit kelas tiga.
Di bawah ini merupakan contoh dari upaya
mengatasi kemiskinan di Indonesia.
Contoh dari upaya kemiskinan adalah di propinsi Jawa Barat
tepatnya di Bandung dengan diadakannya Bandung Peduli yang dibentuk pada
tanggal 23 – 25 Februari 1998. Bandung Peduli adalah gerakan kemanusiaan yang
memfokuskan kegiatannya pada upaya menolong orang kelaparan, dan mengentaskan
orang-orang yang berada di bawah garis kemiskinan. Dalam melakukan kegiatan,
Bandung Peduli berpegang teguh pada wawasan kemanusiaan, tanpa mengindahkan
perbedaan suku, ras, agama, kepercayaan, ataupun haluan politik.
Oleh karena sumbangan dari para dermawan tidak
terlalu besar bila dibandingkan dengan permasalahan kelaparan dan kemiskinan
yang dihadapi, maka Bandung Peduli melakukan targetting dengan sasaran bahwa
orang yang dibantu tinggal di Kabupaten/ Kotamadya Bandung, dan mereka yang
tergolong fakir. Golongan fakir yang dimaksud adalah orang yang miskin sekali
dan paling miskin bila diukur dengan “Ekuivalen Nilai Tukar Beras”.
Sumber:
http://www.kjriffm.de/index.php?option=com_content&view=category&id=19&layout=blog&Itemid=21&lang=id
http://lasonearth.wordpress.com/makalah/makalah-kewarganegaraan-kemiskinan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar